Haruskan setiap keserasahan bertajuk religi?? it is Twenty two
1st October 2015, Tahun ini entah kenapa aku
ngerasa kayak "times flies too fast", jauh terlalu cepat dari
biasanya, seperti ada sesuatu yang salah disistem perputaran waktu. Semua berputar
seperti tidak ada jeda, aku butuh perlambatan. Jadi ingat sebuah film orang
dewasa judulnya “Fourty (40)” menceritakan tentang seorang wanita dewasa yang
satu decade lagi akan masuk zona menopause. Sepatah kalimat dalam film itu “when you are fourty, it is like a wink of
an eye you will on ninty and then you die”. but it is Twenty Two not Fourty
It was
mad late, 272 hari berproses
tanpa sadar, dan 92 hari tersisa entah akan diapakan, entah akan diisi dengan
apa? Sejak lulus SMA, Rutinitas yang 4 tahun terakhir belum membuahkan kebaikan
apapun, bukan artinya gagal, tapi buah dalam tanda kutip itu belum ada,
atau belum saatnya ada. rasanya banyak hal yang seharusnya dilakukan justru terlewati
begitu saja, padahal aku sangat paham, leter,
sometimes it will never, entahlah dengan semua ini.
Sebut saja dunia orang dewasa, setiap sentimeter jarak pandang ditemukan masalah untuk dituntaskan, rasanya warna ruang dalam tempurung kelapa mulai buram karna 190.000 sel otak padam atau meredup setiap harinya, banyak hal berkecamuk seperti awan hitam ganas bergumpal menerobos lapisan ozon dan tertumpah kebumi. seketika......
Katanya kita harus punya " sikap bodo amat terhadap sesuatu" untuk hidup lebih bahagia, Iya!! maka Kondisi terburuknya adalah ketika "sikap bodo amat" berlarut-larut menerabas dan we just let all thing runs
out without value. Satu hal yang aku rasakan adalah menjadi orang dewasa
itu tidak mudah. Rasanya aku ingin kembali ke usia dimana aku memaknai hujan
sebagai wahana permandian yang seru dan satu-satunya, masa dimana kemampuan
terbaikku adalah menangis, dengan menangis aku bisa mendapatkan apa yang aku
ingikan seperti kasih sayang, pelukan, hiburan termasuk barang-barang yang aku
inginkan dan banyak hal lainnya, dengan menangis aku bisa mengungkapkan semua
perasaan, baik marah, lapar, haus, sakit, bahkan rasa tidak suka atau menolak sekalipun.
Dengan menangis aku bisa belajar, seperti pertama kali menyadari bahwa air mata
berasa asin kemudian menelan berkali-kali. Pertanyaannya adalah tidakkah ada
satu kesempatan untuk itu terulang lagi?
Ditengah-tengah keresahan ini tiba-tiba aku
ingat temanku seorang penikmat kopi, sementara aku tidak paham rasa kopi barang
setetes pun. Kami beteman walaupun tidak saling kenal. Katanya “kebahagiaan penikmat kopi yang sudah dewasa
cuma ada disebuah coffee shop. karna dari secangkir kopi kita bisa belajar banyak
hal. Kopi bukan tentang rasa manis, tapi Hitam dan Pahit yang selalu rindu
untuk dinikmati berulang-ulang” analogi yang cukup kritis ku pikir tidak banyak orang yang paham
ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar